Menjaga Sikap terhadap Kemuliaan Ulama

TEORI DAN TERAPAN

Pembicara                  : Fikri Hakim, Lc.

Moderator                  : Albi Tisnadi Ramadhan

 

Mukadimah tentang kemuliaan ilmu dan ulama oleh Albi Tisnadi Ramadhan

قال الله تعالى:

هُوَ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ عَلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ مِنْهُ ءَايَٰتٌ مُّحْكَمَٰتٌ هُنَّ أُمُّ ٱلْكِتَٰبِ وَأُخَرُ مُتَشَٰبِهَٰتٌ ۖ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِى قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَٰبَهَ مِنْهُ ٱبْتِغَآءَ ٱلْفِتْنَةِ وَٱبْتِغَآءَ تَأْوِيلِهِۦ ۗ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُۥٓ إِلَّا ٱللَّهُ ۗ وَٱلرَّٰسِخُونَ فِى ٱلْعِلْمِ يَقُولُونَ ءَامَنَّا بِهِۦ كُلٌّ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّآ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ

 

"Dialah yang menurunkan Al Kitab (Alquran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Alquran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami". Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal." (QS. Ali Imran : 7)

 

وَعَنْ أَبي الدَّرْداءِ، ، قَال: سمِعْتُ رَسُول اللَّهِ ﷺ، يقولُ: منْ سَلَكَ طَريقًا يَبْتَغِي فِيهِ علْمًا سهَّل اللَّه لَه طَريقًا إِلَى الجنةِ، وَإنَّ الملائِكَةَ لَتَضَعُ أجْنِحَتَهَا لِطالب الْعِلْمِ رِضًا بِما يَصْنَعُ، وَإنَّ الْعالِم لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ منْ في السَّمَواتِ ومنْ فِي الأرْضِ حتَّى الحِيتانُ في الماءِ، وفَضْلُ الْعَالِم عَلَى الْعابِدِ كَفَضْلِ الْقَمر عَلى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ، وإنَّ الْعُلَماءَ وَرَثَةُ الأنْبِياءِ وإنَّ الأنْبِياءَ لَمْ يُورِّثُوا دِينَارًا وَلا دِرْهَمًا وإنَّما ورَّثُوا الْعِلْمَ، فَمنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحظٍّ وَافِرٍ. رواهُ أَبُو داود والترمذيُّ

“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya di antara jalan menuju surga. Sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya sebagai tanda ridho pada penuntut ilmu. Sesungguhnya orang yang berilmu dimintai ampun oleh setiap penduduk langit dan bumi, sampai pun ikan yang berada dalam air. Sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu dibanding ahli ibadah adalah seperti perbandingan bulan di malam badar dari bintang-bintang lainnya. Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya Nabi tidaklah mewariskan dinar dan tidak pula dirham. Barangsiapa yang mewariskan ilmu, maka sungguh ia telah mendapatkan keberuntungan yang besar.” (HR. Abu Daud no. 3641. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

 

ما لفضلٍ إلا لأهلِ العلمِ انهم على الهُدَى لِمن استهدى أدلاء

وقيمةُ المرءِ ما قَد كانَ يُحسنُهُ والجاهلونَ لأهلِ العلمِ أعداء

فقنم بعلمٍ ولا تطلُبْ بهِ بدلاً فالناسُ موتى وأهلُ العلمِ أحياء

علي ابن أبي طالب

 

Ayat, hadits dan syair ini  menunjukkan betapa pentingnya kita mengetahui qimah seorang ulama, sehingga kita tidak mudah untuk meremehkannya.

 

Fikri Hakim

-Mahasiswa Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah

-Pengajar di Jam'iyyah Islamiyah Tangerang

-Penulis di Taqwa.id

Dalam bersikap kepada ulama, kita hendaknya mengambil teladan dari kisah Nabi Musa as. yang diceritakan dalam Surah Al-Kahfi. Kisah yang mana Nabi Musa berilmu kepada seorang alim bernama Nabi Khidir. Banyak riwayat yang menjelaskan asal muasal Nabi Musa as. belajar kepada Nabi Khidir as.



Suatu kali Allah Swt bertanya kepada Nabi Musa as. tentang siapa manusia yang paling alim di dunia ini. Jawaban Nabi Musa as., "Aku." Kemudian Allah Swt memerintahkan Nabi Musa as. untuk mencari Nabi Khidir as. untuk berguru. Wallahu a'lam bishshawab apakah satus Nabi Khidir ini adalah seorang nabi atau wali. Dari kisah Nabi Musa ini maka kita ambil poin-poin adab seorang murid terhadap seorang guru.

1. Mencari guru dalam menuntut ilmu

Setelah Allah perintahkan Nabi Musa as. untuk berguru kepada Nabi Khidir as., maka beliau pun mencari Nabi Khidir as. Perjalanan ini ditemani oleh Yusa' bin Nun. Bertemulah Nabi Musa as. dengan Nabi Khidir as.  setelah mencarinya. Dari sini kita  belajar, bahwa sebagai murid kita semestinya yang mendatangi guru.

2. Meminta ijin sebelum berguru

Sebelum berguru kepada Nabi Khidir as., Nabi Musa as. tidak serta merta mengikutinya untuk menuntut ilmu dari beliau. Akan tetapi Nabi Musa as. meminta ijin Nabi Khidir as. terlebih dulu. Sebagaimana Allah firmankan dalam Al-Qur'an

قَالَ لَهُۥ مُوسَىٰ هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَىٰٓ أَن تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا

Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" (QS. Al-Kahfi : 66)

Setelah diizinkan, maka Nabi Musa as. mengikuti Nabi Khidir as. Dengan syarat beliau tidak boleh mengajukan pertanyaan sebelum diterangkan langsung oleh Nabi Khidir as.

3. Bersabar selama menuntut ilmu

Sepanjang perjalanan menuntut ilmu, Nabi Musa as. banyak menemukan bahwa apa yang dilakukan oleh Nabi Khidir as. adalah sebuah kerusakan. Dalam hal ini beliau memprotes Nabi Khidir as. Dengan mengatakan bahwa apa yang dilakukan beliau adalah hal yang salah. Nabi Khidir as. pun menegur Nabi Musa, beliau mengingatkan Nabi Musa as. bahwa sejak awal beliau telah menjelaskan kalau NAbi Musa tidak akan sabar mengikutinya. Namun akhirnya Nabi Musa as. kembali menahan pertanyaan-pertanyaan dan koreksinya terhadap Sang Guru hingga beliau mendapatkan beberapa pelajaran dari Nabi Khidir as.

Dalam kisah ini ini juga ditemukan catatan kesalahan Nabi Musa as selama menuntut ilmu. Kesalahan beliau adalah:

1.      Menyalahkan guru

Nabi Musa as menyalahkan Nabi Khidir as ketika melihat apa yang dilakukan Nabi Khidir tidak sesuai dengan apa yang Nabi Musa anggap benar. Bagaimana pun, seorang murid tidak boleh menyalahkan guru. Karena boleh jadi perbuatan yang dilakukan guru bukan suatu kesalahan, namun sang muridlah yang ilmunya belum sampai untuk memahami mengapa guru melakukan hal tersebut.

2.      Suuzan terhadap guru

Sikap Nabi Musa as yang menyalahkan gurunya karena berawal dari suuzan terhadap apa yang dilakukan Nabi Khidir as. Maka dari itu, kita ambil pelajaran bahwa seorang murid harus sesnantiasa husnuzon kepada guru. Karena ilmu guru itu tentu lebih luas dari ilmu kita. Husnuzan tidak membuat kita mendapat dosa, meskipun husnuzan kita salah. Maka jangan suuzan.

Selain dari kisah Nabi Musa as yang berguru kepada Nabi Khidir as., kita juga bisa mengambilpelajaran dari Hadits Jibril dalam menuntut ilmu. Dalam hadits digambarakan bahwa penampilan Malaikat Jibril ketika datang di majlis ilmu Rasulullah Saw sangat rapi. Hal ini menjadi teladan bagi kita, ketika datang untuk menuntut ilmu:

1.      Hendaknya berpakaian yang rapi, fisik yang bersih dan wangi

2.      Mendekatkan diri kepada guru ketika sedang belajar

3.      Aktif bertanya kepada guru untuk suatu hal yang belum diketahui

4.      Dilarang mengetes guru, atau menanyakan kepada guru akan hal yang sudah kita ketahui. Hal ini sama saja dengan suul adab (perilaku yang buruk)

 

Siapa ulama dan bagaimana kita menghormati beliau?

·         Banyak syarat2 yang harus dipenuhi untuk seseorang disebut alim. Dan syarat-syarat itu tentu tidak mudah untuk dipenuhi. Akan tetapi, syarat-syarat tersebut bukan untuk menilai si fulan. Bukan untuk menjadikan kita menilai seorang alim tidak pantas mendapat predikat alim karena belum memenuhi syarat-syarat tersebut. Karena kembali lagi, bahwa suuzan kita bahwa si fulan belum memenuhi syarat untuk menjadi seorang alim belum tentu benar.

·         Imam Ghazali membatasi definisi alim. Semua orang yang berkecimpung dalam suatu ilmu dan ilmu tersebut mendekatkan dirinya kepada Allah Swt, maka dia bisa disebut alim. Misalkan seorang dokter. Apabila ilmu kedokterannya dapat mendekatkan dirinya kepada Allah, maka ia dapat disebut alim. Jika demikian, maka kita harus menghormati seorang alim tersebut

·         Terkadang kita membuat klasifikasi pribadi untuk mengatakan seseorang bukan alim, sehingga menghalalkan kita untuk mencelakainya dan berbuat kriminal kepadanya. Padahal bisa jadi penilaian itu hanya menurut nafsu kita

·         Selama seseorang mengajar dan punya murid, selama ilmu yang diajarkan bukan suatu kesesatan, maka kita wajib menghormatinya

من علمني حرفا صرت له عبدا

Meskipun kita berbeda pendapat dengan orang tersebut, kita harus tetap menghormatinya.

Pertanyaan

1. Khasbi Abdul Malik

Melihat kepada hadits

اتقوا فراسة المؤمن، فإنه ينظر بنور الله

Bagaimana kaitan antara firasat dengan seorang alim? Bagaimana ukuran seorang alim?

 

Jawab:

Hadits di Tuhfatul Ahwadzi

Firasat diberikan oleh Allah kepada seorang wali. Firasat diberikan sebagai bentuk karomah. Contoh ketika Imam Syafi'i bertamu dan beliau merasakan bahwa ahlul nait ini tidak baik, maka ternyata ahlul bait tersebut memang tidak baik karena memeras Imam Syafi’I sebagai tamu.

Alim ini diartikan sebagai wali, kalau ulama bukan auliya maka tidak akan ada auliya. Karena alim yang rabbani adalah yang paling dekat dengan Allah.

Apa yang beliau rasakan (Kiai Hasan), seberapa besar potensi seorang wali/mukmin ini dalam firasatnya?

Seorang Kiai besar, pondok besar, santri ribuan, apalagi kalau bukan karomah para kiainya?

Maka sangat pantas kita berhusnuzan kepada beliau bahwa yang dimilikinya adalah karomah

2. Kaishta Fatima

Apakah warotsatul anbiya' akan ada terus sampai habis dunia ini/akhir zaman? Khawatir karena banyaknya ulama yang mendahului kita.

Jawab:

Wallahu a'lam. InshaAllah akan ada terus karena siapa lagi yang akan mengajarkan kita kalau bukan para ulama warotsatul anbiya

 

Proses menuju kiamat : hilagnya ulama 1 per 1

Tidak dihargainya ulama, ilmu dihargai murah sehingga ilmu agama tidak lagi banyak dipelajari

Apabila masih ada alim maka masih akan ada ilmu yang akan disebarkan kepada kita

3. Laili Mas Ulliyah Hasan

Khususnya di masa pandemi, ketika pembelajaran dilaksanakan secara daring, bagaimana sikap murid kepada guru dan bagaimana kita menyikapinya?

Jawab:

Walaupun kita belajar tanpa tatap muka, tetap harus menghormati guru sebagaimana kita belajar tatap muka. Berpakaian sopan dan rapi, membawa buku, duduk rapi, menulis materi, dan lain sebagainya. Jangan mengenakan pakaian yang tidak pantas dan tidak sopan serta duduk tidak sopan pula.

Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Rusydi As-Sayyid Al-Hasani, seorang guru besar, mursyid, dan dokter ahli bedah, beliau pernah menyampaikan pernyataan terkaitbelajar secara daring atau tanpa tatap muka:

“Barangsiapa yang mendengarkan pelajaran saya dari awal sampai akhir di video, tetap saya beri ijazah.” Dengan ini beliau memberi perhatian untuk kelas online, meskipun tanpa tatap muka harus tetap sopan.

 

Wallahu a’lam bishshawab

Notulen           : Lianfin Safira Aulia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dalami Makna Literasi Lewat Diskusi

INDONESIA TAHUN 2050: MEMBACA OPTIMISME SEJARAWAN ANTHONY REID

PANDANGAN HIDUP ISLAM (WORLDVIEW ISLAM)